NIM : 1400003221
Kelas : B
Mata Kuliah : Penulisan Karya Sastra
naskah drama yang diadopsi dari cerpen
Judul : KABUT IBU
Karya : Mashdar Zainal
Pemain
1.
Astra
adalah seorang anak yang baik, dan penurut terhadap orang tua.
2.
Ibu Sinta
adalah seorang wanita yang sayang terhadap Astra, selalu melindungi Astra dan sangat
setia terhadap suaminya.
3.
Ayah
Aldi adalah seorang lelaki yang tegas.
4.
Abah
Zainal adalah seorang lelaki tua yang tegas, penyayang terhadap keluarganya.
5.
Ibu
Hanum dan kawan-kawan adalah tetangga rumah Astra.
BABAK I
Astra
melihat kamar ibu yang tertutup kabut. Kabut itu memenuhi kamar, hingga kabut
itu memenuhi ruang tengah, ruang tamu, dapur, kamar mandi, hingga ke teras
depan. Warga mengira itu adalah asap dari kebakaran. Semakin lama warga hanya
melihat asap tebal yang terus menerus. Kabut. Saat itu Ibu Hanum dan warga lain
pun berkumpul sedang asik berbincang-bincang.
Warga 1 : “Rumah itu semakin lama, semakin tebal saja”.
Warga 2 : “Betul Bu, kami kira asap itu berasal dari lalapan api
tapi semakin lama
asap itu semakin tebal”.
Ibu Hanum pun ikut serta dalam
obrolan mereka.
Ibu Hanum : “Begitulah ibu-ibu rumah pengikut setan , rumah tanpa Tuhan,
rumah
itu pasti sudah dikutuk”. (sambil
melirik ke arah rumah Astra).
Astra yang sedang bersantai di teras
rumah hanya memandang pasrah melihat warga setempat selalu membicarakannya.
BABAK II
Peristiwa yang terjadi pada bulan
Oktober 1965. Peristiwa itu membuat Astra masih bertanya-tanya hingga kini. Ketika
Astra masih berumur sepuluh tahun peristiwa itu terjadi. Ayah menyuruh Astra
dan ibu untuk tetap tenang di dalam kamar belakang. Ibu terus mendekap Astra.
Astra bertanya kepada ibunya :
Astra : “Ibu kenapa kita terus di dalam
kamar? Ayah sedang berbicara dengan
siapa bu?” (sambil menatap ibunya).
Ibu Sinta : (hanya terdiam, sambil terus
mendekap Astra)
Suara desing golok pun terdengar
tajam. Hingga terdengar beberapa orang meneriakkan nama Tuhan.
Beberapa saat kemudian Ayah datang
menemui Astra dan ibu yang tengah gemetaran di kamar belakang. Ayah mendekati
Astra dan ibu.
Ayah Aldi : “Cepat kalian pergi ke
rumah Abah Zainal lewat pintu belakang!!!” (sambil menarik Astra dan ibu
keluar)
Astra dan ibu pergi ke rumah Abah .
Ibu menuntun Astra melewati jalan pematang yang licin. Cahayanya bulan yang redup
menemani perjalanan mereka. Beberapa kali Astra terpeleset, kakinya menancap
dalam kubang lumpur sawah yang becek dan dingin. Ibu menggendong Astra.
Sesampainya mereka di rumah Abah Zainal, Ibu mengetuk pintu dengan
terburu-buru.
Ibu Sinta : “Tok..tok..tok”.
Pintu pun dibuka, ibu langsung
melemparkan diri di tikar rami. Napasnya tersengal-sengal, keringatnya
bercucuran. Abah pergi mengambilkan segelas air putih untuk Astra dan ibu.
Abah Zainal :”Minumlah dulu”(menyerahkan minum kepada mereka).
Astra dan ibu meminumnya. Abah
mengunci pintu rapat-rapat setelah itu berbaring di sebelah Astra. Dari luar
terdengar suara riuh teriakan – teriakan, suara kentungan, dan juga suara
desing senjata api. Abah menyuruh Astra memejamkan mata.
Abah Zainal :”Pejamkan matamu.”
Keesokan paginya, ketika adzan
berkumandang terdengar begitu bergetar. Abah memanggil – manggil nama Ibu.
Abah Zainal :”Sinta.. Sinta... Sinta”(mencari keseluruh ruangan).
Abah Zainal panik ketika tidak
ditemui lagi Ibu Sinta di kamar. Siangnya Abah mengantarkan Astra pulang dengan
kereta unta.
Abah Zainal :”Ibu pasti sudah pulang”.(berbicara kepada Astra)
Sesampainya di rumah, Abah langsung
menutup kedua mata Astra dengan telapak tangannya. Dari sela-sela jari Abah
Astra melihat kaca jendela dan pintu yang hancur berantakan, terdapat bercak
merah di antara dinding dan teras. Warna merah yang sangat pekat, seperti darah
yang mengering. Dengan buru-buru Abah langsung berubah pikiran dan membawa
Astra pulang ke rumahnya. Dari kejauhan Astra melihar warga lalu lalang di
depan rumahnya yang semakin tak terlihat olehnya. Warga tampak terlunta-lunta
mengangkat karung keranda. Di tengah perjalanan Astra bertanya pada Abah.
Astra :”Mengapa kita tak
jadi pulang, Bah?” (penuh rasa penasaran)
Abah Zainal :”Rumahmu masih kotor, biar dibersihkan dulu.”( tegas dan
terus mengayuh kereta untanya)
Astra :”Kotor kenapa, Bah?”
Abah Zainal : (diam sejenak) “Ya kotor, mungkin semalam banjir.”
Astra :”Banjir? Kan semalam tidak hujan,Bah. Banjir apa?”(heran)
Abah Zainal :”Ya banjir.”(dengan gugup)
Astra :”Banjir
darah ya, Bah, kok warnanya merah.” (dengan polosnya)
Abah Zainal :”Hus!”(dengan nada tinggi)